Senin, 14 Desember 2009

Perkembangan keperawatan sebagai pelayanan profesional didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan yang terarah dan terencana

Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang sangat bermakna bahkan merupakan suatu lompatan yang jauh kedepan.


Tenaga keperawatan yang merupakan jumlah tenaga kesehatan terbesar seyogyanya dapat memberikan kontribusi essensial dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk itu tenaga keperawatan dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya agar mampu berperan aktif dalam pembangunan kesehatan khususnya dalam pelayanan keperawatan profesional.

Pengembangan pelayanan keperawatan profesional tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan profesional keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan vokasional/ kejuruan akan tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang menguasai ilmu keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan / asuhan keperawatan profesional kepada masyarakan. Jenjang pendidikan keperawatan bahkan telah mencapai tingkat Doktoral.

Keyakinan inilah yang merupakan faktor penggerak perkembangan pendidikan keperawatan di Indonesia pada jenjang pendidikan tinggi, yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1962 yaitu dengan dibukanya Akademi Keperawatan yang pertama di Jakarta. Proses ini berkembang terus sejalan dengan hakikat profesionalisme keperawatan.


Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah dirumuskan dan disusun dasar-dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan. Sebagai realisasinya disusun kurikulum program pendidikan D-III Keperawatan, dan dilanjutkan dengan penyusunan kurikulum pendidikan Sarjana (S1) Keperawatan.

Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan profesional yang mampu mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu pelayanan / asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.

Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan professional yang mampu mengadakan pembaharuan dan perbaikan mutu pelayanan/asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.

Keperawatan sebagai suatu profesi, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab pengembanggannya harus mampu mandiri. Untuk itu memerlukan suatu wadah yang mempunyai fungsi utama untuk menetapkan, mengatur serta mengendalikan berbagai hal yang berkaitan dengan profesi seperti pengaturan hak dan batas kewenangan, standar praktek, standar pendidikan, legislasi, kode etik profesi dan peraturan lain yang berkaitan dengan profesi keperawatan.

Diperkirakan bahwa dimasa datang tuntutan kebutuhann pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan akan terus meningkat baik dalam aspek mutu maupun keterjangkauan serta cakupan pelayanan. Hal ini disebabkan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang diakibatkan meningkatnya kesadaran masyarakat secara umum, dan peningkatan daya emban ekonomi masyarakat serta meningkatnya komplesitas masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Masyarakat semakin sadar akan hukum sehingga mendorong adanya tuntutan tersedianya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan dengan mutu yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian keperawatan perlu terus mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan yang terjadi diberbagai bidang lainnya.

Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi.


Dalam memnghadapi tuntutan kebutuhan dimasa datang maka langkah konkrit yang harus dilakukan antara lain adalah : penataan standar praktek dan standar pelayanan/asuhan keperawatan sebagai landasan pengendalian mutu pelayanan keperawatan secara professional, penataan sistem pemberdayagunaan tenaga keperawatan sesuai dengan kepakarannya, pengelolaan sistem pendidikan keperawatan yang mampu menghasilkan keperawatan professional serta penataan sistem legilasi keperawatan untuk mengatur hak dan batas kewenangan, kewajiban, tanggung jawab tenaga keperawatan dalam melakukan praktek keperawatan.



Keperawatan Sebagai Profesi

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. (Lokakarya, 1983).

Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai otonom dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerjanya kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat.

Berdasarkan penggunaan asuhan keperawatan dalam praktik keperawatan, maka keperawatan dapat dikatakan sebagai profesi yang sejajar dengan profesi dokter, apoteker, dokter gigi, dan lain-lain. Dengan demikian keperawatan dapat dikatakn sebagai profesi karena memiliki:

1. Landasan Ilmu Pengetahuan yang jelas (scientific nursing).

Landasan ilmu pengetahuan keperawatan yang dimaksud itu adalah pertama, memiliki cabang ilmu keperawatan di antaranya ilmu keperawatan yang terdiri dari konsep dasar keperawatan, keperawatan profesional, komunitas keperawatan, kepemimpinan manajemen, kebutuhan dasar manusia, pendidikan keperawatan, pengantar riset keperawatan dan dokumentasi keperawatan; kedua, cabang ilmu keperawatan klinik meliputi keperawatan anak, keperawatan maternitas, keperawatan medikal bedah, keperawatan jiwa, keperawatan gawat darurat; ketiga, cabang ilmu keperawatan komunitas meliputi keperawatan komunitas, keperawatan keluarga, keperawatan gerontik; dan keempat, kelompok cabang ilmu penunjang meliputi ilmu humaniora, ilmu alam dasar, ilmu perilaku, ilmu sosial, ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu kedokteran klinik.

2. Memiliki kode etik profesi.

Kode etik keperawatan pada tiap-tiap negara berbedaakan tetapi pada prinsipnya adalah sama yaitu etika keperawatan yang dimilikinya, dan di negara Indonesia memiliki kode etik keperawatan yang telah ditetapkan pada musyawarah nasional dengan nama kode etik keperawatan Indonesia.

3. Memiliki lingkup dan wewenang praktik keperawatan berdasarkan satandar paraktik keperawatan atau standar asuhan keperawatan yang bersifat dinamis.

Lingkup dan wewenang praktik keperawatan ini diatur pada izin praktik keperawatan yang berdasarkan peran dan fungsi perawatan dalam melaksankan tugas, serta dalam memberikan tindakan berdasarkan standar asuhankeperawatan.

4. Memiliki organisasi profesi

Saat ini Indonesia memiliki organisasi profesi keperawatan dengan nama PPNI (Persatuan Perawat nasional Indonesia) dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Sedangkan organisasi keperawatan dunia dengan nama International Council of Nurses (ICN).

Minggu, 13 Desember 2009

Lebih dari 20 tahun terakhir, pendidik keperawatan telah menjadi saksi dari suatu evolusi program pendidikan, strategi pengajaran, dan harapan-harapan baik dari pengajar dan mahasiswa. Publikasi pada akhir tahun 80-an menyatakan evolusi ini sebagai suatu “Revolusi Kurikulum”. Sejalan dengan revolusi ini adalah penekanan yang diberikan kepada “caring” sebagai suatu nilai inti di dalam sekolah keperawatan. Pendidik keperawatan mulai mengarahkan perhatian mereka pada pengembangan kurikulum yang mendukung persiapan perawat yang caring dan kompeten.

Ketika program pendidikan dirancang, pendidik menyadari bahwa mereka harus memperluas fokus mereka melebih apa yang diajarkan (isi pelajaran), bagaimana urutan isi pelajaran (struktur), dan bagaimana isi pelajaran diajarkan dan dipelajari (proses) sampai dengan mencakup pengkajian keefektifan kurikulum (hasil). Hal yang kritis bagi pengkajian keefektifan program adalah kemampuan lulusannya untuk menjadi praktisi yang kompeten dan caring di dalam tatanan pelayanan kesehatan tempat mereka bekerja. Persiapan perawat seperti itu harus memperhatikan hal-hal berikut: peran yang luas dari perawat, beragam masalah kesehatan yang dialami pasien, perubahan sifat/kondisi sistem pelayanan kesehatan, fokus pada kolaborasi diantara tim kesehatan, dan peningkatan yang dramatis dari teknologi yang berhubungan dengan kesehatan.

Seperti halnya dengan peran perawat yang meluas, maka tanggung jawab pendidik keperawatan yang harus mempersiapkan perawat yang caring dan kompeten yang tidak hanya diarahkan kepada pasien dengan suatu pola holistik, tetapi juga diadaptasikan pada persyaratan tatanan pelayanan kesehatan tempat mereka bekerja/praktik. Setelah lulus, perawat yang baru lahir (neophyte nurse) diharapkan akan berfungsi secara efektif dan efisien di berbagai tatanan dengan beragam pasien. Kurikulum harus mendukung perkembangan kepakaran mereka dalam mengenali beragam kebutuhan fisik, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual klien dan dalam merancang intervensi keperawatan yang mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut. Sebagai tambahan, perawat harus dipersiapkan untuk mengkaji lingkungan tatanan praktik mereka dalam hal faktor-faktor fisik, psikologis, sosial, budaya dan spiritual yang dapat mempengaruhi caring dan kompetensi perawat dan kondisi pasien.

Sumber: Konferensi Keperawatan Internasional, tanggal 4 – 6 Juni 2003 di Jakarta.

Sabtu, 12 Desember 2009

Patriotisme belumlah cukup , saya harus tidak memiliki kebencian atau kepahitan kepada siapapun.
Kata kata ini terpatri di patung Edith Lousia Cavell di Saint Martin’s Place, London.

Ini kisah nyata 93 tahun silam , yakni ketika Perang Dunia I bergejolak. Perang yang melibatkan Pasukan Sekutu dengan Pasukan Jerman tidak hanya menyisakan kesedihan , kehilangan , kehancuran , dan kebinasaan , tapi juga menggoreskan kisah heroik seorang perawat asal Inggris : Edith Lousia Cavell. Dia rela menyabung nyawa demi profesi keperawatan: menyelamatkan ratusan Pasukan Sekutu yang luka-luka saat perang melawan Jerman.
Edith Lousia Cavell lahir di Swardeston, Norfolk, Inggris, 4 Desember 1865. Ketertarikannya jadi perawat, setelah merawat sang ayah yang sakit serius selama 1 tahun, dan akhirnya meninggal dunia. Di balik kepergian sang ayah , Edith terdorong menjadi perawat. Lantas dia memilih sekolah perawat dan lulus dengan nilai baik dari London Hospital Nurses’ Training School. Kemudian dia bekerja di St.Pancras Infirmary sebagai supervisor malam. Tiga tahun kemudian dia pindah ke Shoreditch Infirmary sebagai asisten ibu asrama.
Pindah ke Brussels. Di tahun 1906 , seorang dokter bedah asal Belgia bernama Antonie Depage mendiriksn sekoalh perawat Berkendael Institute karena terinspirasi pelopor dunia keperawatan modern Florence Nigthtingale. Untuk mewujudkan rencananya , dia mencari lulusan perawat di Inggris. Oleh salah satu anak keluarga Francois, yang dulu dididiknya, Edith direkomendasikan menjadi ibu asrama di rumah sakit itu dan mulai tugas 1 Oktober 1907. Berkat disiplin , penyayang , dan pendekatan ke berbagai pihak, sekolah perawat itu menjadi menarik. Atas dedikasinya , dokter Depage mengangkat Edith sebagai direktur pertama sekolah perawat tersebut.
Perang Dunia I. Agustus 1914, saat Edith menghabiskan liburan pendeknya dengan sang ibu yang pindah ke Norwich, dia mendengar pecahnya perang dunia. Kepada sang bunda dia pamit karena ada panggilan tugas kemanusiaan Brussels. Sebagai perawat hatinya sedih melihat kondisi mengemaskan prajurit akibat kecamuk perang.
Dua prajurit pertama Sekutu yang ditolong Edith dari kematian adalah Letkol Dudley Boger dan Sersan Mayor Frank Meachin, keduanya mendapat luka dan terhindari dari hukuman ditembak mati karena dia selamatkan. Edith juga menolong pasukan Belgia dan Prancis yang lolos dari pendudukan Jerman, diantaranya bernama Phillipe Baucq. Pada kesempatan lain dia menyelamatkan 35 prajurit sekaligus. Mengemban tugas berbahaya itu, Edith melakukannya seorang diri sehingga tidak berbahaya bagi perawat lain di sekolahnya.
Ditangkap dan dieksekusi. Pada 20 Agustus 1914, Jerman menguasai Brussels. Jerman memasukkan sekolah perawat yang dipimpin Edith ke dalam Red Cross Hospital, satu badan kesehatan bentukan Jerman. Edith merawat prajurit Jerman yang terluka dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tugasnya sebagai perawat di siang hari.
Namun pada malam hari dia merawat prajurit Sekutu yang terluka dan membantu prajurit menyelamatkan diri. Sampai tahun 1915 Edith berhasil meloloskan lebih dari 200 prajuri Inggris, Prancis , dan Belgia.
Akan tetapi pihak Jerman mulai curiga atas gerak-geriknya.Temannya sendiri sudah mengingatkan kalau dia dalam keadaan bahaya karena menolong tentara Sekutu, namun Edith berkeras membantu menyelamatkan nyawa prajurit itu. Akhirnya dinas rahasia Jerman pun beraksi. Jerman menahan Phillipe Baucq pada 31 Juli 1915, enam hari kemudian disusul menahan Edith.
Berita penahanan Edith cepat tersebar. Pihak Inggris , Kedutaan Amerika dan Spanyol berupaya membantu membekaskannya, namun ditolak oleh Jerman. Di persidangan, wanita ini tidak melakukan pembelaan diri.Vonis yang dijatuhkan pengadilan militer Jerman untuknya adalah hukuman mati!!! Orang bijak berkata bahwa yang paling utama untuk menjadi seorang pahlawan adalah mengetahui kapan dia akan mati.
Malam sebelum eksekusi, Edith berbicara kepada pendeta Gahab yang menemaninya. Edith berkata ,”Patriotisme belumlah cukup , saya harus tidak memiliki kebencian atau kepahitan kepada siapapun”. Kata-kata itulah yang kemudian terpatri di patungnya di Saint Martin’s Place. Ucapan lainEdith yang patriotis,”Cintaku melebihi hidupku,seperti aku percaya itu akan selamat dan saya bahagia bisa mati untuk negaraku.”
Pukul dua pagi, 12 Oktober 1915 di National Rifle Range, pinggiran Brussles, Edith dan Phillipe, prajurit yang pernah ditolongnya dieksekusi mati tentara Jerman. Lalu mayatnya dikuburkan di St.Gilles,Brussles.Berita eksekusi itu dikupas tuntas oleh media Inggris. Media menyanjungnya sebagai pahlawan. Edith dinyatakan wafat sebagai martir dan bagian dari pahlawan Inggris.
Setelah perang usai , jenazah Edith dibawa ke Inggris. Kali ini dia mendapat kehormatan sebagai pahlawan untuk bangsanya. Upacara keagamaan dilakukan di Westminter Abbey. Raja George V mengikuti perjalanan jenazahnya dengan kereta khusus ke Thorpe Station, Norwich. Edith beristirahat dengan tenang di Life’s Green, di timur Norwich Ktedral.
Apa yang bisa kita petik dari kisah Edith? Sekalipun kisah heroiknya terjadi 93 tahun lalu, namun totalitas hidupnya kepada profesi keperawatan tidak pernah padam sepanjang zaman. Edith menjadi teladan dan memberikan inspirasi bagi dunia keperawatan di mana pun berada.

Jumat, 11 Desember 2009

Perawat juga bisa jadi anggota DPR

Hj. Elva Hartati SIP., MM.

Satu-satunya Perawat yang jadi anggota DPR-RI

Sebagai orang pertama dan satu-satnya anggota DPR-RI yang punya latar belakang perawat, Hj. Elva Hartati SIP., MM. ingin agar perawat lain mengkuti jejaknya.

Awalnya tidak pernah terbayang dalam benak Hj. Elva Hartati SIP.,MM duduk sebagai anggota DPR-RI dan bergelut dalam kehidupan politik. "Waktu itu saya memiliki karier yang lumayan sebagai PNS di Dinas Kesehatan Kotamadya Bengkulu dan menjadi kepala bagian Keuangan Dinas Kesehatan Kotamadya Bengkulu tahun 1992-1999,” jelasnya. Namun karier di Pemda dia tinggalkan, seiring panggilan jiwa bertekad terjun ke politik. “Jika sudah maju saya pantang mundur,” tegas perempuan kelahiran Manna, 15 Mei 1960.

Jati diri perawat

Meski sibuk dengan rapat-rapat, Elva tidak pernah lupa dengan jati dirinya, sebagai seorang perawat. “Sebagai seorang politisi saya tidak pernah lupa dengan dasar saya. Saya adalah seorang perawat. Sadalah brnah lupa dengan jati diriny,sebagai seorang perawat.saat ini isu yang. s b saat ini isu yang urgen dalam dunia keperawatan adalah bagaimana RUU Keperawatan bisa menjadi UU Keperawatan,” kata anggota DPR RI Fraksi PDI P ini.

Menurutnya perawat Indonesia belum diakui dunia internasional karena belum mempunyai lembaga atau council, sehingga jika ada perawat Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri memang sulit. Di sisi lain, warga asing yang ingin bekerja ke Indonesia bisa masuk dengan mudah. Kondisi ini sungguh mengkhawatirkan. “Dengan UU Keperawatan ada sistem uji kompetensi perawat yang sangat urgen. Untuk melaksanakannya butuh sebuah lembaga atau counsil guna melakukan sistem registrasi, lisensi, dan sertifikasi perawat,” papar Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Kesra DPD PDI P Provinsi Bengkulu ini.

”Saya sendiri karena dalam Baleg RUU Keperawatan berada dalam nomor urut 160. Ini memang jauh sekali. Saya dengar Ketua PPNI sudah menyurati DPR RI untuk memperhatikan dan segera menindaklanjuti UU Keperawatan. Sementara ini UU Keperawatan sudah dicantolkan dalam RUU Kesehatan. Periode mendatang akan kita pecah lagi dari induknya,” jelasnya.

Terkait dengan RUU Keperawatan, Elva telah memeprakarsai 13 tanda tangan anggota DPR agar RUU dapat segera dibahas. PPNI sendiri telah berjuang sehingga semua fraksi menyetujui agar RUU Keperawatan bisa segera bisa terbahas. “Artinya, meski amanat UU Keperawatan sudah dicantolkan dalam UU Kesehatan, kami tetap akan mengejar agar RUU Keperawatan bisa disahkan sampai periode ini. Dalam rapat di Komisi saya selalu ingatkan agar mencantumkan UU Keperawatan,” kata Bendahara Umum SDI Pusat ini.

Perlu Berkorban

Bagi perawat yang ingin menjadi politikus banyak yang harus dikorbankan. “Perawat kebanyakan adalah PNS. Untuk terjun dalam bidang politik, beranikah dia melepaskan statusnya sebagai PNS dan masuk ke partai? Keluar dari PNS berarti membuang karier yang dibangun bertahun-tahun. Dan sama seperti saya, artinya mereka tidak akan mendapat pensiun,” terangnya.

Masih menurut Elva, kebanyakan perawat adalah wanita. Tapi sampai saat ini peran wanita dalam legislatifmasih kurang. Memang ada kauskus perempuan di parlemen yang memperjuangkan 30 persen perempuan di parlemen. Tapi dalam kenyataannya, sedikit yang tembus ke parlemen. Kebanyakan perempuan masih mendapat bukan nomor jadi alias masih nomor sepatu saja.

Lalu tidak adakah kesempatan untuk perawat jadi anggota DPR? Bagaimana jika dia tidak didukung oleh kondisi keuangan yang memadai? Menurut Elva, tantangan caleg saat ini adalah banyaknya partai yang ikut pemilu. Ada 34 partai peserta pemilu yang berarti semakin sulit untuk mencari suara. Tapi sebenarnya seorang perawat mempunyai keuntungan karena dia adalah seorang yang sering membantu masyarakat. Dia dekat dengan masyarakat. Jadi sebaiknya, perawat itu memulai dari partai atau daerah tempat dia berdomosili. Sebaiknya ia menghimpun masa disana.

Ia menegaskan dari sisi perawat tetap ada kesempatan. Hanya saja caleg harus rajin mendekati masyarakat. “Perawat itu kan terkenal karena suka membantu orang. Nah, bilaperawat yang caleg mengadakan pertemuan dengan anggota masyarakat, perawat itu cukuplah menyediakan konsumsi,’ tambahnya.

luas ruang lingkup pekerjaan perawat

Untuk dapat menggambarkan ruang lingkup pekerjaan member pelayanan kepada penderita dengan baik, maka kita akan beranjak dari :
a. Tujuan pekerjaan perawatan;
b. Kewajiban dan fungsi perawat;
c. Berbegai lapangan pekerjaan di mana para perawat dapat bertugas;
d. Kesinambungan pelayanan yang harus diberikan.
a. Tujuan pekerjaan perawat
Tujuan pekerjaan perawat adalah dapat member pertolongan, dengan dilandasi keahlian, kepada penderita-penderita yang mengalami gangguan fisik dan gangguan kejiwaan, orang yang sedang dalam penyembuhan dan mereka yang kurang sehat dan kuat, dengan cara sedemikan rupa, sehingga mereka yang membutuhkan pertolongan itu mampu belajar sendiri untuk hidup dengan keterbatasan mereka dalam lingkungan mereka.
Dalam memberikan pertolongan tersebut, kita beranjak dari pendirian bahwa kita hanya akan melakukan apa yang tidak dapat dikerjakan sendiri oleh para penderita sebagai akibat dari penyakit atau cacat yang mereka alami. Untuk dapat memberikan pertolongan yang demikian itu, maka diperlukan pengetahuan teori serta ketrampilan praktis. Namun, tidak kalah penting artinya adalah sikap serta pandangan pribadi seseorang mengenai pekerjaan perawat tersebut. Banyaknya pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh para perawat dapat ditentukan dalam rencana pendidikan dan pada saat mereka harus menempuh ujian terakhir, pengetahuan dan ketrampilan itu diuji sepenuhnya.
Sikap dan pandangan pribadi sesesorang mengenai pekerjaan perawat menuntut masukan pribadi yang tinggi. Disamping sikap telaten serta penuh perhatian, selalu bersedia menolong dengan penuh semangat, maka diperlukan pula kesediaan untuk selalu mengetahui dan mengikuti segala yang ada hubungannya dengan masalah pelayanan kesehatan pada umumnya dan secara khusus yang adad hubungannya dengan pekerjaan masing-masing.
b. Kewajiban dan fungsi perawat
Dalam menetapkan tugas kewajiban yang menjadi tanggung-jawab para perawat, kita beranjak dari tindakan-tindakan yang ditetapkan di dalam Overzicht Praktische Opleidingen (OPO) (Pokok Pokok Pendidikan Praktis). Buku ini jugalah yang dipergunakan sebagai titik tolak bagi dasar-dasar pendidikan yang dilaksanakan. Bergantung kepada awal permulaan jenis gangguan yang dialami oleh para penderita, maka penetapan tugas yang harus dilaksanakan oleh para perawat sedikit berbeda-beda. Sebagai seorang perawat maka kita mempunyai fungsi dan tanggung jawab yang sesuai dengan btugas kita yang mendampingi ahli perawatan dan pembantu-pembantu lain dalam member pertolongan ahli kepada orang yang sedang sakit dan orang yang memerlukan pertolongan. Dalam hubungan ini, perlu diingat bahwa tidak menjadi persoalan apa dan siapa kita sesungguhnya dan apa yang kita lakukan, tetapi yang penting adalah bagaimana kita melakukan kewajiban kita. Tindakan-tindakan ynag berupa teknis, misalnya mengganti botol-botol infuse, memberikan suntikan kepada para penderita danpekerjaan –pekerjaan yang sejenis , seringkali kelihatan lebih penting artinya dibandingkan memeberikan sikap dan kedudukan tubuh yang baik dan nyaman kepada penderita. Namun, yang disebut belakangan ini merupakan seni dalam bidang perawatan dan minimal mempunyai arti penting yang sejajar dalam member bantuan kepada para penderita.
Pelayanan dan perawatan pada penderita adalah suatu pekerjaan yang mempunyai pendidikan tersendiri, ijazah yang diakui oleh Negara dan sebuah lencana ynag dilindungi. Tetapi pekerjaan ini terutama sekali mempunyai cirri sendiri dengan pemberian penekanan kepada arti serta makna kata perawatan, ke mana seluruh pendidikan yang diberikan sebenarnya ditujukan. Masa pendidikan perawat berlangsung selama dua tahun dan dimulai dengan periode pre-klinik.
c. Berbagi lapangan pekerjaan di mana para perawat dapat bertugas
Dalam bidang pelayanan kesehatan yang diketengahkan berikut ini para perawat dapat menerapkan pengetahuan serta kecekatan mereka :
- Rumah perawatan bagi orang-orang yang sakit somatic (fisik) dan/atau orang-orang lanjut usia yang mengalami gangguan psikis;
- Klinik rehabititasi;
- Rumah sakit;
- Rumah sakit jiwa;
- Rumah jompo;
- Lembaga orang-orang terbelakang;
- Pelayanan kesehatan ekstramural (misalnya sebagai pemberi pelayana kesehatan dalam lingkungan ).
Sebagian besar orang yang member pelayan kesehatan terutama mendapatkab tugas dan tempat pada rumah-rumah perawatan – barangkali dengan kemungkinan reaktivasi – dan klinik-klinik rehabilitasi. Hanya sebagian kecil saja yang bekerja di rumah sakit.
d. Kesinambungan pelayanan yang harus diberikan
Pertolongan yang diberikan kepada orang yang sedang sakit dan orang yang membutuhkan pertolongan harus, kalau itu memang dibutuhkan oleh orang tersebut – berkesinambungan. Dengan perkataan lain pertolongan yang kita berikan itu harus bersifat terus-menerus. Hal ini berarti bahwa, misalnya seorang penderita setelah meninggalkan rumah sakit atau rumah perawatan (=pelayanan kesehatan intramural) – kalau memang dibutuhkan atau dirasakan perlu – maka kepada penderita diberikan pertolongan fisik dan / atau kejiwaan oleh seorang perawat lingkungan, dokter pribadi, para pekerja social dan lain sebagainya (=pelayanan kesehatan ekstramural).

Undang-undang yang menyangkut para pelayan orang-orang sakit, baik laki-laki, maupun perempuan, telah diterima serta mempunyai kekuatan hukum sejak bulan Agustus, tahun 1963. Pada tanggal 15 Juli 1965, keputusan tentang pelaksanaan undang-undang ini telah dipublikasikan dalam Lembaran Negara.
Untuk dapat melaksanankan pendidikan bagi orang-orang yang akan melayani orang-orang sakit, maka sebuah lembaga pendidikan tersebut terlebih dahulu harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang menyangkut bangunan, susunan, dan perlengkapan yang dimiliki. Antara lain ditentukan persyaratan-persyaratan mengenai:
• Jumlah tempat tidur yang tersedia dan jumlah penderita yang mendapatkan perawatan
• Pimpinan ahli kesehatan dan pimpinan ahli perawatan yang bertugas sehari-hari
• Dosen yang bertugas
• Ruangan yang tersedia dan susunan ruangan yang dipergunakan tersebut
• Persyaratan agar dapat diterima sebagai pelajar pada tempat itu
• Peraturan serta ketentuan bagi pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan, yang antara lain mencakup lama masa pendidikan, pengajarqan teori dan praktek yang diberikan, ujian kenaikan kelas dan ujian akhir yang harus ditempuh.
Sebelum seseorang, setelah yang bersangkutan dapat menyelesaikan ujian akhirnya dengan baik, dapat menerima ijazah serta lencananya, maka lebih dahulu ia harus mengucapkan ‘janji untuk merahasiakan’. Ketentuan yang berlaku adalah bahwa para anggota komite, yang menghadiri pelaksanaan ujian akhir tersebut, hendaknya hadir pula pada kesempatan pengambilan janji ini. Isi dari pada janji yang diucapkan itu, rahasia jabatan, secara teratur selalu dibicarakan selama berlangsungnya pendidikan, oleh karena dikandung harapan bahwa para pelajar tersebut juga akan bertindak sesuai dengan maksud serta makna rahasia jabatan yang bersangkutan. Secara singkat dapat diketengahkan bahwa kepercayaan yang telah diberikan oleh para penderita kepada kita, hendaknya jangan sampai kita nodai. Penderita beranggapan, bahkan keyakinan, bahwa masalah-masalah mereka utarakan kepada kita, tidak akan kita bocorkan lebih jauh lagi. Juga mengenai segala sesuatu yang kita dengar, yang berkenaan dengan penyakit yang tengah mereka derita atau pengobatan serta perawatan yang mereka dapatkan, tidak boleh dibicarakan di luar lingkungan pekerjaan kita.

timbulnya pekerjaan perawat

Perawat orang-orang yang sedang sakit benar-benar merupakan salah satu sifat-sifat kemanusiaan yang terdapat dalam diri manusia.

Politik, agama serta keadaan masyarakat, selama berabad-abad ini memainkan peranan dan timbulnya pekerjaan perawat dan pelayanan.

Kalau kita sejenak kembali melihat sejarah masa lalu, maka akan dapat kita saksikan pasang surut perawatan selalu berkitan dengan peperangan, agama serta kemakmuran. Bahkan sebelum tahun masehi sekali pun, oleh bangsa-bangsa Mesir, Yunani, Romawi dan Yahudi, para penderita selalu dilayani dengan baik. Dunia Kristen serta inisiatif orang-orang swasta selalu mempunyai pengaruh terbesar terhadap perawatan penderita. Sekte-sekte keagamaan melayani para penderita dalam biara-biara serta bangunan-bangunan rumah swasta.

Pada umumnya pelayanan orang-orang sakit tersebut dipandang sebagai suatu tindakan amal. Antara abad ke-17 dan abad ke-19, kita dapat menyaksikan terjadinya kemunduran serta kemerosotan yang nyata didalam pelayanan orang-orang sakit tersebut. Namun, sejak abad ke-19 kembali lagi dapat diamati timbulnya kemajuan dalam pelayanan orang sakit.

Dalam hubungan lahirnya pendidikan bagi para perawat, maka antara lain pendeta Theodoor Fliedner dan istrinya Amalie Sivekeng dan terutama Florence Nightiangle telah memainkan peranan yang penting artinya. Sedangkan mengenain pendidikan perawat di negeri Belanda dapat diketengahkan nama-nama Nona Jeltje de Bosch Kemper serta Anna Reynvaan.

Pada tanggal 2 Mei 1921 lahirlah undang-undang yang memberikan perlindungan kepada ijazah perawatan. Pertambahan serta perubahan dalam susunan penduduk yang telah terjadi, perubahan yang timbul dalam nilai serta norma yang berlaku (semua orang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan), pengetahuan dan ilmu merupakan penyebab dibutuhkan lebih banyak para ahli untuk kepentingan memberikan pelayanan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan orang-orang yang sedang sakit.

Telah bertahun-tahun lamanya terdapat para pelayan perempuan atau yang juga dinamakan pembantu perawat, yang bekerja di lembaga-lembaga perawatan, bagian perawatan rumah-rumah peristirahatan, pemeliharaan orang-orang jompo, dan di rumah sakit. Para pembantu perawat ini mendapatkan pendidikan praktis di tempat merka masing-masing atau sebagian dari mereka ada juga yang pernah mengikuti, pendidikan perawat. Federasi Lembaga Perawatan bagi penyakit-penyakit kronik dan Perhimpunan rumah-rumah jompo Katolik, sendiri-sendiri telah mulai melaksanakan pendidikan bagi orang yang akan melayani orang-orang sakit. Dengan bekerja sama dengan para penguasa serta berbagai organisasi, maka lahirlah peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan pendidikan tersebut.

Dengan cara ini, maka lahirnya pekerjaan tersebut telah diungkapkan kembali dengan amat singkat. Namun, terdapat sejumlah buku yang diperdagangkan, yang dapat memberikan tinjauan yang lebih luas dalam perawatan. Antara lain :

Dane, Corrie (1967):Geschiedenis van de ziekenverpleging. N.V Uitg. Maatscappij De Tijdstroom, Lochem.

Isphording, Benita (1960): Florence Nightingale (en de verplegging van toen en nu). Uitgave Stichting Tijdschrift voor Ziekenverpleging, Lochem.

Meyboom, Zr. E. (1970): Grepen uit de geschiedenis van zorgen en verzorgen. Agon Elsevier, Amsterdam/Brussel.

Querido, Prof. Dr. A. (1967): Godshuizen en gasthuizen. Wetenschappelijke Uitgeverij N.V. Amsterdam.

;;